Minggu, 03 Oktober 2010

Berikan Cinta Kepada Ortu Kita


“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu-bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.”[QS Luqman [31]: 14]
Bersyukurlah bila ortu kita masih ada dan lengkap dalam ikatan keluarga kita. Karena ini akan membuat kita tidak saja sebagai anggota sebuah keluarga, tapi juga bagian dari kehidupan keluarga besar. Kalo ayah dan ibu masih ada, kita bisa bercanda, bisa curhat, bisa ngobrol dari mulai yang remeh-temeh sampe yang berat, hang-out alias jalan bareng ke luar rumah, sampe mecahin masalah berat bersama-sama. Wis, pokoknya kompak dan asyik banget dalam suka dan duka. Tanpa kita sadari, ternyata kita juga jadi banyak belajar tentang kehidupan dari mereka. Namun sayangnya, banyak di antara kita yang kurang memanfaatkan momen-momen indah seperti ini. Justru saat keluarga kita ada, yang terjadi adalah ketidak-akuran, bukan kebersamaan dalam ikatan persahabatan dan kekerabatan. Sehingga ketika semuanya hilang, tak ada yang bisa dibanggakan untuk dikenang. Sayang banget kan?


Sobat muda muslim, berbahagialah jika kita punya keluarga. Bayangkan dengan teman-teman kita yang sudah tak memiliki ortu. Ayah yang nggak tahu di mana, dan ibu yang entah masih hidup atau sudah meninggal. Mereka anak-anak jalanan yang hidup sebatang kara. Teman mereka adalah anak-anak lain yang senasib. Bahkan mungkin ada yang berteman atau dibesarkan di lingkungan para bromocorah. Mereka saling curhat dan belajar dari kehidupan yag begitu keras dari lingkungannya. Kasihan dan menyedihkan banget.Orangtua bagi kita, tidak saja membuat status kita jelas, tapi sekaligus menjadikan kita memiliki pelindung. Merekalah yang akan membimbing kita, mengarahkan kita, dan juga memberi dukungan atas keputusan-keputusan yang berhak kita ambil. Kita memiliki sahabat dekat yang tahu betul sifat-sifat kita. Merekalah yang mencurahkan kasih sayangnya tanpa batas dan kesetiaan yang tak bertepi dalam mencintai kita. Ortulah orang pertama yang merasa bahagia akan adanya kita, meski adakalanya nggak ditampakkan dalam sikap. Ortulah orang pertama yang merasa muram dan sedih dengan lukanya kita, meski adakalanya tak mengatakannya langsung.
Orangtua, walau bagaimana pun jelas nggak ingin meninggalkan kita, anak-anaknya dalam kondisi yang lemah, terpuruk, dan tidak menentu. Kalo pun ada kasus-kasus tertentu di mana ortu menelantarkan anak-anaknya, saya pikir itu hanya karena ortu tersebut berada dalam tekanan lain. Misalnya aja, karena tekanan ekonomi yang tak sanggup dilawannya, ia merasa harus “tega” menjual darah dagingnya sendiri untuk menjadi pelacur demi sesuap nasi dan segenggam berlian (glek!). Ada juga yang meminta anaknya untuk menjadi pencuri kecil-kecilan di pasar. Sobat, ini sekadar kasus dari sebuah kondisi di mana dalam kehidupan kapitalisme ini, rasa malu sudah hilang dan menjadikan kebebasan dalam berbuat mengalahkan ajaran agama. Kasihan memang.Sobat muda muslim, keberadaan kita di dunia ini pun sebenarnya lewat perantaraan ayah dan ibu kita. Nggak ada ortu, ya, nggak ada kita. Emangnya kita ini anak siapa? Yang jelas bukan anak sumeng (hihihi.. itu sih obat turun panas ya?). Kita nggak ujug-ujug ada. Tapi kita adalah buah cinta ayah dan ibu yang tentu hakikatnya adalah amanah dari Allah Swt. yang dititipkan kepada ortu kita. Itu sebabnya, jika kita menyakiti hatinya, apalagi menyiksanya secara fisik, waduh, itu namanya anak durhaka. Allah juga benci tuh. Sebaliknya kita harus berbakti kepadanya. Ibnu Umar pernah berkata: “Membuat kedua orangtua menangis termasuk kedurhakaan dan dosa besar”.[1]Dari Abu Bakrah berkata bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Maukah kalian aku ceritakan tentang dosa yang paling besar?” Kami menjawab: “Ya, wahai Rasulullah”. Beliau bersabda: “Menyekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua.” Beliau waktu itu bersandar, maka terus duduk dan bersabda: “Ketahuilah, dan perkataan dusta”.[2]

Abu Ubaidah at-Taimy[3] menuturkan beberapa contoh orang-orang yang berbuat baik kepada kedua orangtuanya dan beberapa contoh orang-orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya.

Contoh orang-orang yang berbuat baik kepada orangtuanya antara lain; cerita tiga orang yang terjebak dalam gua, di antara mereka ada yang mengatakan: “Tidak ada cara yang mampu menyelamatkan kalian kecuali bertawassul dengan amal shalih kalian. Seorang di antara mereka berdo’a: “Ya Allah saya mempunyai dua orangtua yang lanjut usia dan saya sekeluarga tidak makan dan minum di malam hari sebelum mereka berdua, pada suatu saat saya pernah pergi jauh untuk suatu keperluan sehingga saya pulang terlambat dan sesampainya di rumah saya mendapatkan mereka berdua dalam keadaan tidur. Lalu saya memerah susu untuk malam itu, tetapi mereka berdua masih tetap tidur pulas, sementara saya tidak suka jika makan dan minum sebelum mereka. Akhirnya saya menunggu sambil memegang susu hingga mereka berdua ter-bangun, sampai fajar terbit mereka berdua baru bangun lalu meminum susu. Ya, Allah jika perbuatan yang telah aku kerjakan tersebut termasuk perbuatan ikhlas karena mencari wajahMu, maka hilangkanlah kesulitan kami dari batu besar ini, lalu batu itu pun bergeser dari mulut gua.”

Adapun contoh orang-orang yang berbuat durhaka kepada ortu di antaranya adalah seorang dari bani Qurai’ bernama Murrah bin Khattab bin Abdullah bin Hamzah pernah mengejek dan adakalanya memukul orangtuanya, sehingga bapaknya berkata: “Saya besarkan dia tatkala dia masih kecil bagaikan anak burung yang baru lahir yang masih lemah tulang-belulangnya. Induknya yang menyuapi makan sampai melihat anaknya sudah mulai berkulit sempurna.”

Contoh lain anak yang durhaka kepada orang tuanya adalah putra Umi Tsawab al-Hazaniyah, dia durhaka kepada ibunya karena isterinya selalu menghalangi untuk berbuat baik kepada ibunya, sehingga ibunya mengungkapkan kepedihan hati dalam sebuah syair: “Saya mengasuhnya di masa kecil tatkala masih seperti anak burung, sementara induknya yang menyuapi makanan dan melihat kulitnya yang masih baru tumbuh. Setelah dewasa dia merobek pakaianku dan memukul badanku, apakah setelah masa tuaku aku harus mengajari etika dan adab?”

Duh, alangkah ruginya kita. Kita yang kini kadang menjadi sombong dan meremehkan ortu kita, sejatinya kita tidak jadi apa-apa jika tidak ada mereka. Kita yang kini merasa lebih pintar dari ortu kita, sejujurnya akan terus lemah tanpa kasih sayang mereka dan pertolongan dari Allah. Ya, seandainya tidak ada para ortu yang kehadirannya menjadi perantara Allah menciptakan kita, kita tidak akan lahir dan berguna seperti sekarang. Itu sebabnya, berbakti kepadanya adalah cara terbaik untuk menghargai kasihnya yang tak terbatas dan cintanya yang tak bertepi.
Jangan sia-siakan mereka meski kehadirannya membuat kita kesal karena mereka rewel dan otoriter, lebih-lebih jahat perangainya. Turuti saja permintaannya selama hal itu tidak melanggar ajaran agama. Kalo pun harus menolak karena perintahnya bertentangan dengan ajaran agama kita, tapi kita tetap menghormatinya. Sepahit apa pun. Sambil mengajak mereka kepada kebaikan dalam ajaran Islam tentunya.Kita akan merasakan kehilangan manakala mereka sudah tidak ada. Nggak ada tempat untuk mengadu, nggak ada tempat untuk curhat, nggak bisa bercanda. Pendek kata, kita kehilangan figur ayah yang tanggung jawab, dan ibu yang sabar dan penuh kasih. Kalo sudah begitu, kita akan merasa hidup kita kesepian, bahkan dalam waktu yang cukup lama.
Jadi, mumpung mereka masih ada, jalin komunikasi yang sehat layaknya dengan sahabat kita. Tapi kalo pun mereka sudah meninggalkan dunia ini, kita bisa menyambung “komunikasi” dengan mereka lewat doa. Itu salah satu cara berbakti kepada ortu.Dari Abu Usaid Malik bin Rabi’ah as-Sa’idi berkata: “Ketika kami sedang duduk dekat Rasulullah, tiba-tiba datang seorang laki-laki dari (suku) Bani Salamah lalu berkata: ‘Wahai Rasulullah, apakah masih ada sesuatu yang aku dapat lakukan untuk berbakti kepada kedua orangtuaku setelah keduanya wafat. Beliau bersabda: ‘Ya, yaitu mendoakan keduanya, memintakan ampun untuk keduanya, menunaikan janji, menyambung persaudaraan yang tidak disambung kecuali karena keduanya, dan memuliakan kawan keduanya”. (HR Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban di dalam sahihnya)

Jangankan sudah meninggal, masih hidup saja kita pantas berdoa kepada kedua ortu kita. Allah Swt. berfirman: “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”. (QS al-Isra’ [17]: 24)

Ah, amat besar kerugian kita jika kita nggak menghargai, mencintai, dan menyanyangi kedua ortu kita. Padahal Allah Swt. sudah memerintahkan kepada kita dalam frimanNya: “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo`a: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni`mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”. (QS al-Ahqaaf [46]: 15)

Oke deh, mulai sekarang, jangan sia-siakan anugerah terbesar dalam hidup kita. Berbahagialah jika kamu masih memiliki orangtua, karena waktu berbaktimu jadi lebih panjang. Curahkan cinta, kasih sayang, dan perhatian kepadanya dengan totalitas sebagai wujud bakti kita kepada mereka. Yakinlah, akan selalu ada hikmah di dalamnya.[]

Beberapa tips:

1. Ajak diskusi dengan bijak bila mereka belum paham agama. Ini sangat penting untuk melanjutkan hubungan kita dengan ortu dalam suasana yang asyik. Jika berbeda keyakinan, ajak supaya masuk Islam. Tapi inget ya, diskusinya yang baik. Kalo mereka muslim, cuma belum paham banyak tentang ajaran Islam, tugas kita untuk menjelaskannya dengan baik.
2. Membantu mereka dengan harta atau memenuhi kebutuhannya. Tentunya ini kalo kita udah mapan ya? Tapi kalo kita masih belum mapan secara ekonomi boleh juga dikit-dikit membelikan makanan kesukaannya dari hasil tabungan kita, sebagai tanda cinta kita. Meski tentunya nggak berarti bila dibandingkan dengan pengorbanannya. Tapi biasanya ortu seneng lho.
3. Senantiasa menghormatinya. Kita tentu nggak ingin dicap sebagai anak durhaka. Itu sebabnya, rasa hormat kita selalu harus diberikan kepada ortu. Jangan sampe dikurangi.
4. Berusaha empati. Kamu bisa ngobrol rileks dengan ortu tentang segala hal yang dirasakannya. Terus kamu bisa coba berempati dengan mereka. Saya yakin, meski tidak memberi solusi apa pun, ortu udah cukup senang ada yang memperhatikan keberadaannya. Maklumlah, kebutuhan akan cinta dan kasih sayang bukan cuma milik kita yang muda aja. Namanya juga manusia. Tul nggak?
5. Menjadi pembelanya. Orangtua sangat senang jika kita anak-anaknya menjadi pembela mereka. Jika ada orang yang menyakitinya, kita menghiburnya. Jika ada yang mencederainya kita siap membelanya. Tentunya pembelaan itu ada dasar yang dibenarkan dalam ajaran agama kita.

Salam,

O. Solihin

[diambil dari buku karya saya yang terbit di tahun 2005, Bangkit Dong, Sobat!]


[1] Dalam buku “Bagaimana Memuliakan Kedua Orangtua”, karya Dr. Ibrahim al-Mahmud[2] Shahihul Jami’[3] Dalam kitabnya, al-’Aqaqah wal Bararah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar