Minggu, 03 Oktober 2010

Arti Sebuah Keimanan


erempuan itu menyambut kedatangan suaminya, mempersilahkannya duduk kemudian membasuh kedua kakinya, dan ia benar-benar menghormati suaminya. Namun walaupun penghormatan dan kasih sayang yang dilakukan oleh sang istri kepada suaminya sedemikian rupa tetap saja sang suami membalasnya dengan prilaku yang kurang baik, ia masih saja memaki-maki istrinya dan menganggap segala sesuatu yang membuatnya lelah adalah karena perlakuan yang timbul dari sang istri.

______________________________

Arti Sebuah Keimanan

Seorang laki-laki yang bernama Asmu’i hidup di zaman kepemerintahan Makmun Abbasi dan kebetulan ia adalah seorang wazir (Menteri) dalam pemerintahan tersebut, menceritakan pengalamannya sebagai berikut:

Suatu hari, ketika aku pergi berburu, tiba-tiba aku tersesat di sebuah padang tandus tanpa air dan tumbuhan. Aku berjalan mencari tempat untuk menghilangkan dahaga yang sudah sangat mencekik leher. Aku melihat sebuah tenda di tengah-tengah padang yang tandus itu. Langsung aku menuju ke sana dan aku melihat seorang perempuan muda sedang duduk di depan denta itu. Kepadanya aku ucapkan salam dan darinya aku minta seteguk air. Air mukanya seketika berubah, kemudian ia berkata: “Di dalam tenda ada air, namun aku tidak mendapat izin untuk memberikannya padamu, tetapi aku mempunyai sedikit susu yang aku persiapkan untuk makan siangku, aku akan berikan padamu. Lalu ia berikan susu itu kepadaku.

Tak lama berselang dari kejauhan tampak bayangan hitam perlahan-lahan mendekati tenda. Ketika perempuan tadi mengetahui kedatangan bayangan tersebut, ia beranjak bangkit dan langsung mengangkat sebuah tempat air sambil menunggu kedatangan bayangan hitam itu. Aku melihat seorang kakek berkulit hitam dan agak sedikit pincang yang tidak lain itu adalah suami perempuan muda tadi, datang bersama seekor unta.

Perempuan itu menyambut kedatangan suaminya, mempersilahkannya duduk kemudian membasuh kedua kakinya, dan ia benar-benar menghormati suaminya. Namun walaupun penghormatan dan kasih sayang yang dilakukan oleh sang istri kepada suaminya sedemikian rupa tetap saja sang suami membalasnya dengan prilaku yang kurang baik, ia masih saja memaki-maki istrinya dan menganggap segala sesuatu yang membuatnya lelah adalah karena perlakuan yang timbul dari sang istri.

Setiap kali istrinya berbaik hati dan memperlakukannya dengan lemah lembut, sang suami membalasnya dengan kasar dan bersuara keras menyakiti hati. Pemandangan yang aneh dan tak sedap itu, membuat aku tidak tahan, bahkan aku rela dan siap berada di bawah panas teriknya matahari dari pada aku berada di bawah bayangan tenda dengan menyaksikan pemandangan tersebut. Aku keluar dari balik tenda tapi laki-laki itu (suami perempuan) sama sekali tidak menghiraukan aku, namun si istri dengan penuh hormat menghampiriku. Ketika aku lihat penghormatan yang dilakukan oleh perempuan itu kepadaku, aku berkata kepadanya: “Sayang sekali masa muda dan kecantikan yang engkau miliki harus engkau habiskan bersama laki-laki yang tak bermoral seperti itu, untuk apa engkau korbankan semua itu, apa yang engkau dapatkan darinya? Dia tidak muda dan tidak memiliki ketampanan juga tidak memiliki harta kekayaan yang dapat engkau manfaatkan. Lalu mengapa engkau memperlakukannya sedemikian rupa? Di hadapannya engkau hormati dia, tunduk dan mematuhi segala perintahnya.

Ketika perempuan itu mendengar kata-kata yang aku ucapkan, ia sangat terkejut dan wajahnya langsung berubah dan berkata: “Sangat disayangkan atasmu, walaupun engkau adalah seorang menteri pada pemerintahan islam, tapi dengan omong kosong yang engkau katakan tadi, seakan engkau ingin menghilangkan dan melenyapkan kasih sayang yang aku berikan pada suamiku dari dalam hatiku, mengapa engkau membolak-balikkan perkataan semacam itu, sehingga dengan perkataanmu tadi akan membuat orang berubah ( memberi ruang kesempatan pada setan untuk masuk dalam pikiran manusia).?

Asmu’I berkata: Aku merasa heran dan takjub dengan perkataan yang disampaikan oleh si perempuan tadi, akhirnya aku terdiam dengan nasehat yang ia katakan bahwa: “ Aku pernah mendengar sebuah riwayat yang disampaikan oleh Rasulullah saw dan aku ingin mengamalkan riwayat tersebut sehingga jika nanti aku meninggal dunia, aku meningal dalam keadaan sempurna imanku. Beliau pernah bersabda:

” ایمان نصف الشکر و نصف الصبر”

Keimanan adalah setengah dari rasa syukur dan setengah dari kesabaran

Kemudian ia menambahkan: “Dunia dengan segala kebaikan dan keburukannya, dengan segala kepahitan dan manisnya, akan terus berjalan. Namun yang penting dari itu semua adalah seorang manusia harus meninggalkan dunia ini dengan keimanan. Duania adalah jembatan yang menyambungkannya pada akherat, karena akherat adalah tempat yang kekal untuk berteduh. Di sini adalah tempat mati dan pergi tapi disana adalah tempat tinggal dan berteduh selama-lamanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar